Monday, April 4, 2011

pengangguran yang terjadi di Indonesia

PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
PERIODE 1989 – 2005 MENURUT HARGA KONSTAN 2000
Tahun PDB (miliar rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (%)

Tahun PDB (miliar rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (%)
1989 885.519.4 7.5
1990 949.641.1 7.2
1991 1.018.062.6 7.2
1992 1.081.248.0 6.2
1993 1.151.490.2 6.5
1994 1.238.312.3 7.5
1995 1.340.101.6 8.2
1996 1.444.873.3 7.8
1997 1.512.780.9 4.7
1998 1.314.202.0 -13.1
1999 1.324.599.0 0.8
2000 1.389.770.2 4.9
2001 1.442.984.6 3.8
2002 1.504.380.6 4.3
2003 1.572.159.3 4.6
2004 1.656.825.7 4.9
2005 1.749.546.9 6.8

Sumber : Statistik Indonesia, BPS, beberapa edisi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dirasakan kurang dapat menyerap kenaikan angkatan kerja setiap tahunnya. Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia semakin menunjukkan peningkatan yang besar, keadaan semakin memburuk dengan adanya berbagai tuntutan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dirasakan memberatkan pengusaha. Akhirnya banyak perusahaan yang menggunakan tenaga kerja 3
kontrak (outsourcing). Hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri bagi ketenagakerjaan di Indonesia, dampak dari pengangguran menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat dan selanjutnya akan menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi semakin lama akan semakin menurun.
Gejala pengangguran yang terselubung didaerah pedesaan dan dilingkungan kota merupakan sebagian akibat dari kurang tersedianya lapangan kerja yang produktif penuh (yang membawa hasil kerja dan nafkah mata pencaharian yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar). Indonesia masih dihadapkan pada dilema kondisi ekonomi yang mengalami ketidakseimbangan internal dan ketidakseimbangan eksternal. Ketidakseimbangan internal terjadi dengan indikator bahwa tingkat output nasional maupun tingkat kesempatan kerja di Indonesia tidak mencapai kesempatan kerja penuh, dan pada aspek pertumbuhan penduduk akan meningkat jika tingkat upah berlaku lebih tinggi dari upah rata-rata hidup. Menurut Smith tingkat upah yang berlaku ditentukan oleh tarik menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sehingga besar kecilnya permintaan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output masyarakat (Boediono,1993)
Data dari Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) sampai dengan bulan Agustus tahun 2002 menunjukkan jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 100,8 juta orang atau naik 1,03% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan komposisi 63,3 juta orang (62,8%) laki-laki dan 37,5 juta orang (37,2%) perempuan. Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, sekitar 58,7 juta orang (58,2%) berada di pedesaan dan 42,1 juta orang (41,8%) berada di perkotaan. 4
Sedangkan angkatan kerja yang termasuk dalam kategori pengangguran terbuka berjumlah 9,1 juta orang (9,0%) naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 8,0 juta orang (8,1%). Sejumlah 4,1 juta orang (44,8%) pengangguran terbuka berada di pedesaan dan 5,0 juta orang (55,2%) berada di perkotaan. Sebanyak 2,8 juta orang dari pengangguran terbuka merupakan penganggur usia muda (15 – 19 tahun); meningkat dibandingkan tahun 2001 yang berjumlah 2,3 juta orang. Pengangguran mencapai 8.1 % dari total angkatan kerja sebesar 98.8 juta orang. Dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sekitar 3,7 %, tingkat penyerapan angkatan kerja hanya mencapai sekitar 0,8 juta orang (dibanding peningkatan angkatan kerja tahun 2002 yang sebesar 1,9 juta orang), atau penciptaan lapangan kerja hanya mencapai sekitar 200 ribu tenaga kerja per 1% pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang tahun 2003, kondisi ketenagakerjaan masih belum mengalami perbaikan yang berarti. Angka pengangguran terbuka tahun 2003 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh penciptaan lapangan kerja masih relatif kecil dan cenderung tidak meningkat. Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2003 yang hanya mencapai 3,9% dan peningkatan angkatan kerja sebesar lebih dari 2 juta orang maka jumlah pengangguran meningkat menjadi 10,3 juta orang, atau meningkat menjadi 9.5 % dari total angkatan kerja (Sakernas)
Tahun 2004 pertumbuhan ekonomi 4,5 persen belum cukup memadai untuk mengatasi berbagai masalah khususnya pengangguran. Dengan pertumbuhan tersebut diperkirakan hanya mampu menciptakan lapangan kerja 5
baru 1,4 atau 1,5 juta orang padahal pertumbuhan angkatan kerja diperkirakan 2 atau 2,5 juta orang. Dengan demikian jumlah pengangguran terbuka tahun 2004 sebesar 9.8 juta orang. (Sakernas)
Tahun 2005 jumlah pengangguran terbuka mencapai 11.2% persen dari total angkatan kerja yang mencapai 105.8 juta orang. Jumlah ini setiap tahun akan membengkak. Kalau hal ini tidak teratasi akan menimbulkan berbagai masalah di masyarakat.

Pencari kerja, Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (orang)

Tahun Pencari kerja(juta) Angkatan Kerja (juta) Tingkat Pengangguran(%)
1989 2.083188 75.508082 2.75889
1990 1.951684 77.802264 2.50851
1991 2.032369 78.455548 2.59047
1992 2.185602 80.703974 2.70817
1993 2.245563 81.446078 2.75708
1994 3.737527 85.775633 4.35732
1995 6.251201 86.361261 7.23843
1996 4.407769 90.109582 4.89156
1997 4.275155 91.324911 4.68125
1998 5.062483 92.734932 5.45908
1999 6.030319 94.847178 6.35793
2000 5.871956 95.695979 6.13605
2001 8.005031 98.812448 8.10123
2002 9.132104 100.779270 9.06149
2003 9.531090 100.316007 9.50106
2004 10.251351 103.973387 9.85959
2005 11.899266 105.857653 11.24081
Sumber : Keadaan Angkatan Kerja, BPS, beberapa edisi.
Solusi mengatasi masalah pengangguran, strategi solusi yang multi dimensional yaitu pemerintah dan dunia usaha serta masyarakat secara bersama-6
sama melakukan kebijaksanaan makro sektoral dan regional. Misalkan pada sektor pertanian merupakan andalan untuk mengatasi masalah pengangguran. Tingkat produktivitas petani ditingkatkan dengan pemberian bibit yang baik dan rekayasa genetika (pembibitan dilaksanakan oleh lembaga pembibit profesional dan pemasaran oleh koperasi). Banyak negara menyusun institusi yang mengatur tugas menanam adalah petani sedangkan pemerintah memberikan garansi dan perlindungan harga. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia juga perlu ditingkatkan dengan melibatkan pihak pemerintah untuk menyempurnakan balai latihan kerja yang ada di seluruh nusantara, karena sarana tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja sehingga kesempatan kerja meningkat dan akan mengurangi jumlah pengangguran.
Banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang analisis strktural kesempatan kerja di Indonesia, memaparkan bahwa penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertambahan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Bersamaan dengan itu adanya penawaran tenaga kerja mengalami peningkatan, yaitu baik disebabkan karena penambahan panduduk maupun dari tenaga kerja yang terpaksa menganggur karena turunya aktivitas perekonomian (Soebagiyo, Daryono., Indira hasmarini, Maulidyah., Chuzaimah,2005)
Masalah pengangguran dapat membawa rakyat mencapai tingkat hidup yang berada diatas garis kemiskinan absolut. Proses perkembangan perluasan kesempatan kerja secara produktif dapat memudahkan terwujudnya suatu pola pembagian pendapatan masyarakat yang lebih merata.
kerja secara produktif (produktif employment) tidak hanya berarti penciptaan lapangan usaha yang baru, melainkan pula peningkatan produktifitas kerja pada umumnya, disertai dengan pemberian upah yang sepadan bagi golongan angkatan kerja, baik dibidang kegiatan yang tradisionil maupun lapangan usaha yang baru. Dengan menambah nafkah mata pencaharian secara nyata bagi golongan yang bersangkutan, hal itu memberi peluang untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar bagi rumah tangga keluarga.
Tabel 3
Total Upah Gaji/Pendapatan Bersih Pekerja selama sebulan.
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Total 282251 346950 430197 530993 599769 678653 729516 856088
Sumber : Indikator Tingkat Hidup Pekerja, BPS, beberapa edisi.
Rata – rata total tingkat upah pekerja dari tahun 1998-2005 setiap tahunnya terlihat mengalami perkembangan. Peningkatan rata – rata tingkat upah di sebabkan pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di awali pada tahun 1998 sebesar 282.251 rupiah, dimana tingkat upah cenderung menurun, akan tetapi pada tahun selanjutnya tingkat upah terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya tingkat upah berdampak pada penyerapan tenaga kerja atau perluasan tenaga kerja dimasa yang akan datang. Penentuan tingkat upah harus sesuai dengan ”hukum” ekonomi pasar tenaga kerja, yaitu bahwa tingkat upah ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja, dan hal itu juga sesuai dengan UU No. 13/2003.
Ketenagakerjaan (25 Maret 2003 – LNRI Tahun 2003 No. 39) yang mengatur sistem pengupahan dan upah minimum.(BPS d, Indikator Tingkat Hidup Pekerja)
Indonesia masih menghadapi permasalahan mengenai tingginya tingkat pengangguran yang mungkin juga dialami negara lain, khususnya negara sedang berkembang, yang sedang melaksanakan pembangunan. Mengatasi permasalahan mengenai tingginya tingkat pengangguran tentunya pemecahannya tidak mudah. Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang rendah, minimnya orang yang bekerja dan juga masih terkendala masalah penetapan tingkat upah yang minim berpeluang meningkatkan pengangguran di Indonesia sehingga diperlukan penelitian tentang pengangguran di Indonesia.

No comments:

Post a Comment