Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan perangkat penting bagi Negara Sejahtera dalam merealisasikan apa yang dicita-citakan. Kebijakan fiskal itu sendiri mencakup pengeluaran umum,pajak,subsidi, dan pajak progresif.
-pengeluaran umum
Dalam Negara Sejahtera, sektor pengeluaran umum bukan hanya berfungsi untuk pertahanan, administrasi umum, dan pelayanan ekonomi sebagaimana di bayangkan penganut paham laissez-fire,melainkan lebih diproyeksikan untuk fungsi pertumbuhan, stabilitas ekonomi, persamaan pendapatan, jaring pengaman sosial, santunan untuk orang jompo, anak yatim, subsidi, dan pelayanan umum yang lain.
Sejak tahun 1960, semua negara yang menganut paham Negara Sejahtera, atau yang tergabung dalam OECD (Organization of Economy Cooperation and Development) terus mengurangi sektor pengeluaran umum seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang berada di bawah standar. Akibatnya, potongan kecil di kiri-kanan pada sektor umum mempunyai dampak yang sangat serius, terutama bagi rakyat miskin. Pengurangan anggaran yang semula dimaksudkan untuk memotong lemak.
Cara paling mudah untuk membiayai pengeluaran negara adalah dengan menaikkan pajak atau bersandar pada pinjaman publik. Di negara-negara yang tergabug dalam OECD, kenaikkan pajak rata-rata dari 27,7% di tahun 1960 menjadi 38,4% di tahun 1988. Tingginya pajak dan pinjaman untuk membiayai pengeluaran menunjukkan adanya sebuah dimensi yang salah dan tidak sehat dalam sturktur keuangan publik. Akibatnya, ada semacam serangan balik terhadap Negara Sejahtera, sebuah perlawanan terhadap perpajakan yang menjadi dasar program Negara Sejahtera.
Contoh nyata dari kasus ini adalah apa yang terjadi di Amerika Serikat. Oleh karena negara ini selalu mengalami defisit anggaran maka seluruh tabungan negara menjadi terserap ke sektor swasta dan bahkan pinjaman luar negerinya juga terus membengkak. Oleh karena itu, pada satu sisi Smerika Serikat merupakan Negara Adidaya terkaya, namun di sisi lain ia juga adalah negara dengan hutang terbanyak.
-subsidi
Oleh karena Negara Sejahtera bertujuan mengurangi derajat kemiskinan warga masyarakatnya maka subsidi merupakan skenario yang tidak bisa ditawar. Hanya saja, karena proyek tersebut tidak menggunakan mekanisme filter yang dibangun dari nilai-nilai kemanusiaan maka kutukan terhadap pertimbangan nilai menjadi tidak terelakan. Negara sejahtera akhirnya tercerabut dari prioritas utamanya, yakni menyejahterakan rakyat secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena negara sejahtera terjebak pada sikap memperlakukan si kaya dengan si miskin secara sama dalam mengambil manfaat pengeluaran umum negara.
No comments:
Post a Comment