Sunday, June 10, 2012

Penyeleasaian Sengketa Ekonomi


Penyelesaian Sengketa Ekonomi
1.       Pengertian Sengketa
Menurut Ali Achmad, Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Di dalam kamus Bahasa Indonesia, sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga atau lebih menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

2.       Cara- cara Penyelesaian Sengketa
a.       Negosiasi
-          Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
-          Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.

Pola Perilaku dalam Negosiasi:
                                             i.            Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan  pihak lain.
                                           ii.            Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
                                          iii.            Moving away (with drawing) : menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
                                         iv.            Not moving (letting be): ,mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.

b.      Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau consensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung.
Mediator adalah pihak yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Tugas Mediator
                                                         i.            Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
                                                       ii.            Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
                                                      iii.            Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
                                                     iv.            Mediator wajib mendorong para pihak untuk`menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

c.       Arbitrase
Arbitrase yaitu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
Tujuan arbitrase adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat menghambat penyelesaian perselisihan.

Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomi-makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi/

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1.       Pengertian
Pengertian praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU No.5 Tahun 1999 adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atas jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Anti Monopoli.

2.       Asas dan Tujuan Anti Monopoli
Asas
Asas usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Berdasarkan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

3.       Kegiatan yang dilarang di dalam Anti Monopoli
Kegiatan yang dilarang menurut Pasal 33 ayat 2 yaitu Posisi Dominan. Posisi Dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan uang, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

4.       Perjanjian yang dilarang
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk :
a.       Oligopoli
b.      Penetapan harga
c.       Pembagian wilayah
d.      Pemboikotan
e.      Kartel
f.        Trust
g.       Oligopsoni
h.      Integrasi vertikal
i.         Perjanjian tertutup
j.        Perjanjian dengan pihak luar negeri


5.        Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No.5/1999(sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tanpa melanggar UU No.5/1999.

6.       Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
a.       Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
b.      Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
c.       Efisiensi alokasi sumber daya alam
d.      Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya yang lazim ditemui pada pasar monopoli
e.      Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
f.        Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
g.       Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
h.      Menciptakan inovasi dalam perusahaan

7.       Sanksi
Salah satu wewenang KPPU berdasarkan Pasal 36 UU Anti Monopoli adalah melakukan penelitian, penyelidikan, dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sanksi administratif diatur di dalam Pasal 47 ayat 2 UU Anti Monopoli dan sanksi pidana diatur didalam Pasal 48 dan Pasal 49 pidana tambahan. Isi bunyi dari Pasal 48 adalah:
(1)    Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 – 14, Pasal 16 - 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2)    Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5-8, Pasal 15, Pasala 20-24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rebdahnya Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5(lima) bulan.
(3)    Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1000.000.000 (sqatu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat-2/

Saturday, June 9, 2012

Perlindungan Konsumen


Perlindungan Konsumen
1.       Pengertian Konsumen
Konsumen adalah beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.

2.       Azaz dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Di dalam pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
a.       Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
b.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan jasa
c.       Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-hak sebagai konsumen
d.      Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
e.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
f.        Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Pasal 2 UU PK mengatur tentang asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagai berikut:
a.       Asas Manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus menperoleh hak-haknya.
b.      Asas Keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4-7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
c.       Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
d.      Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e.      Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

3.       Hak dan Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
a.       Hak atas kenyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.      Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.       Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaikan sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.        Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.       Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i.         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5 Undang-undang perlindungan konsumen mengatur tentang kewajiban Konsumen sebagai berikut :
a.       Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.       Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

  1. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban.
Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam pasal 6 UUPK adalah:
a.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b.      Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c.       Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d.      Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e.      Hak-hak yang di atur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha menurut ketentuaan pasal 7 UUPK
a.       beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.       memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.      memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.        memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g.       memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


Sumber :