PERDAGANGAN LUAR NEGERI
1. Perkembangan Ekspor dan Daya Saing Global Indonesia
Walaupun setiap tahun nilai ekspor non-migas Indonesia, termasuk produk-produk tradisional dan padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, meubel dan produk-produk lainnya dari kayu, menunjukkan pertumbuhan positif, namun laju pertumbuhannya cenderung melemah dalam beberapa tahun belakangan ini. Tahun 2007, pertumbuhan ekspor dari produk-produk kimia, mesin dan peralatan transportasi, dan barang-barang manufaktur lainnya tercatat 9,9%, dibandingkan 15.8% tahun 2001..
Dilihat dari nilai totalnya, berdasarkan data WTO 2007, Indonesia tidak termasuk 10 besar di dunia. Sedangkan dilihat dari persentasenya terhadap produk domestik bruto (atau GDP), posisi Indonesia juga relatif kecil jika dibandingkan, misalnya, dengan beberapa negara ASEAN lainnya .
Sementara itu, menurut penelitian dari McKinsey Global Institute (2005), ekspor industri Indonesia masih terpusatkan di industri-industri yang pertumbuhannya relatif rendah. Misalnya hasil studinya menunjukkan untuk
periode 2000-2004 lebih dari 50% dari ekspor produk industri Indonesia adalah di pengolahan makanan, alas kaki, dan tekstil; sedangkan untuk mesin, alat-alat produksi, dan produk-produk dari elektronik hanya sekitar 7%
Namun demikian, menurut analisis dari Thiono (2008), ekspor manufaktur Indonesia masih cukup baik, termasuk di dua pasar penting yakni Jepang dan Amerika Serikat. Pangsa ekspor manufaktur Indonesia di Jepang masih relatif stabil, yaitu 1% dan di AS sekitar 0,4%-0,5% terhadap total nilai impor dari masing-masing negara tersebut. Di Jepang, ekspor manufaktur Indonesia pada tahun 2003 tumbuh 6,3% dan meningkat menjadi 11,1% tahun 2006. Sedangkan di AS pertumbuhannya mencapai 15,4% tahun 2004 namun turun menjadi 9,9% tahun 2006.
Kemungkinan besar penyebab relatif lemahnya perkembangan ekspor (non-migas), khususnya manufaktur,
Indonesia tersebut disebabkan salah satunya oleh persaingan internasional yang semakin tajam yang dihadapi produk-produk Indonesia tersebut. China dan Vietnam merupakan pesaing yang kuat bagi Indonesia karena mereka bersaing dalam ekspor hasil-hasil industri padat karya yang sama dengan Indonesia, seperti tekstil, garmen dan alas kaki, yang justru bertumbuh lebih pesat ketimbang ekspor Indonesia. Oleh karena ini Indonesia akhir-akhir ini kehilangan pangsa pasar dalam 30 ekspor non-migas, termasuk hasil-hasil industri, yang diraih oleh China dan Vietnam, misalnya dalam tekstil dan alas kaki dan barang-barang padat karya lainnya (Pangestu, 2005). Ini artinya, dalam beberapa tahun belakangan ini, laju pertumbuhan ekspor Indonesia untuk produk-produk tersebut lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan ekspor China dan Vietnam untuk produk-produk yang sama tersebut.
Hal ini menimbulkan kekuatiran bahwa sebenarnya produk-produk tardisional Indonesia tersebut dalam beberapa tahun belakangan ini sedang mengalami kemerosotan dalam tingkat daya saing globalnya. International Trade Center (ITC), sebuah lembaga dari UNCTAD dan WTO, rutin mengukur daya saing dari produk-produk ekspor dari negara-negara di dunia dalam Indeks Kinerja Perdagangan (IKP), yang didasarkan pada penghitungan atas sejumlah indikator yang dikelompokan kedalam tiga kelompok sbb.: kinerja saat ini (indikator-indikatornya dipakai untuk menghitung indeks komposisi), profil umum, dan dekomposisi dari perubahan dalam pangsa pasar dunia sejak 2001. Dari kelompok pertama itu, indikator-indikatornya adalah sbb.: nilai dari ekspor neto , ekspor per kapita , pangsa di pasar dunia , diversifikasi dan konsentrasi produk, dan
diversifikasi dan konsentrasi pasar. Dari kelompok kedua tersebut: nilai ekspor, tren pertumbuhan ekspor sejak 2001, pangsa dalam jumlah ekspor nasional, pangsa dalam jumlah impor nasional, pertumbuhan ekspor per kapita sejak 2001, tingkat dalam nilai-nilai unit relatif, kecocokan dengan dinamika permintaan dunia sejak 2001, dan perubahan dari pangsa pasar dunia dalam poin-poin persentase. Sedangkan indikator-indikator dari kelompok ketiga tersebut adalah: perubahan relatif dari pangsa pasar dunia yang didekomposisikan kedalam: efek kompetitif, spesialisasi geografi asal, spesialisasi produk asal, dan efek penyesuaian.
Sebagai ilustrasi empiris, penghitungan IKP dari produk-produk utama ekspor Indonesia. Posisi 1 menandakan kinerja terbaik dari 189 negara yang disurvei. Dapat dilihat bahwa diantara barang-barang manufaktur ekspor utama Indonesia tersebut, daya saing dari produk-produk dari kayu paling tinggi. Sedangkan tekstil menduduki peringkat kedua..
No comments:
Post a Comment